Dampak dan Permasalahan Otonomi Daerah di Indonesia




DAMPAK DAN PERMASALAHAN
OTONOMI DAERAH DI INDONESIA





Oleh

Nama              : Siti Nurulwahida    
Nim                 : 201410050311133
Kelas               : Ilmu Pemerintahan C


        Tugas Mata Kuliah Perbandingan Sistem Politik dan Pemerintahan


JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG




BAB I

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Pada masa sebelum 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia sangat sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Jakarta (pemerintah pusat). Dengan kata lain, rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan sentripetal, yakni berat sebelah memihak pusat bukan pinggiran (daerah). Daerah yang kaya akan sumber daya alam, ditarik keuntungan produksinya dan dibagi-bagi di antara elite Jakarta, alih-alih diinvestasikan untuk pembangunan daerah. Akibatnya, pembangunan antara di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang. B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca-Orde Baru membuat kebijakan politik baru yang mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah atau yang biasa disebut desentralisasi. Dengan terbitnya undang-undang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat. Bahkan, beberapa daerah, seperti Aceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan ingin berpisah dari Republik Indonesia. Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi memisahkan dari republik, juga bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi atau kabupaten. Dalam upaya pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tarik-menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari otonomi daerah meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari munculnya ancaman dari masing-masing kelompok yang pro dan kontra terhadap terbentuknya daerah baru, mobilisasi massa dengan sentimen kesukuan, bahkan sampai ancaman pembunuhan. Berangsur-angsur, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan pengesahannya oleh Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang. Sampai dengan tanggal 25 Oktober 2002, terhitung empat provinsi baru lahir di negara ini, yaitu Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Kepulauan Riau. Pulau Papua yang sebelumnya merupakan sebuah provinsi pun saat ini telah mengalami pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku. untuk lebih lanjutnya kita kan membahas dampak positif dan negatif serta permasalhan yang dihadapi dalam penerapan otonomi daerah ini.




BAB II

PEMBAHASAN

Otonomi daerah adalah hak kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan utama otonomi daerah dalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Adapun tujuan otonomi daerah yaitu: 1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. 2. Pengembangan kehidupan demokrasi 3. Keadilan 4. Pemerataan 5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat. 7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Tapi dalam pelaksanaannya tidak selelalu berjalan baik didalamnya tentu ada dampak positif dan negatifnya serta permsalahan yang timbul akibat otonomi daerah.

A.     Dampak positik dan negatif otonomi daerah

Dampak Positif
v  Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing. 
v   Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang. 
v  Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu. 
v  Adanya desentralisasi kekuasaan. 
v  Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju. 
v  Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat. 
v  Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat daerah). 


Dampak Negatif
  1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang. 
  2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota. 
  3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya. 
  4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa tanggung jawabnya. 

B.     PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Implementasi Otonomi daerah bukan tanpa masalah.  Ia melahirkan banyak persoalan ketika diterjemahkan di lapangan. Banyaknya permasalahan yang muncul menunjukan implementasi kebijakan ini menemui kendala-kendala yang harus selalu dievakuasi dan selanjutnya disempurnakan agar tujuannya tercapai. Beberapa persoalan itu adalah.

1)      Pengelolan Keuanggan Daerah/Anggaran

Banyak terjadi keuangan daerah tidak mencukupi sehingga menghambat pembangunan. Sementara pemerintah daerah lemah dalam kebijakan menarik investasi di daerah. Di sisi yang lain juga banyak terjadi persoalan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD yang merugikan rakyat. Dalam otonomi daerah, paradigma anggaran telah bergeser ke arah apa yang disebut dengan anggaran partisipatif. Tapi dalam prakteknya, keinginan masyarakat akan selalu bertabrakan dengan kepentingan elit sehingga dalam penetapan anggaran belanja daerah, lebih cenderung mencerminkan kepentingan elit daripada kepentingan masyarakat.

2)      Orientasi Kekuasaan

Otonomi daerah masih menjadi isu pergeseran kekuasaan di kalangan elit daripada isu untuk melayani masyarakat secara lebih efektif. Otonomi daerah diwarnai oleh kepentingan elit lokal yang mencoba memanfaatkan otonomi daerah sebagai momentum untuk mencapai kepentingan politiknya dengan cara memobilisasi massa dan mengembangkan sentimen kedaerahan seperti ”putra daerah” dalam pemilihan kepala daerah.

3)      Pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah menjadi masalah sebab ternyata ini tidak dilakukan dengan grand desain dari pemerintah pusat. Semestinya desain itu dengan pertimbangan utama guna menjamin kepentingan nasional secara keseluruhan. Jadi prakarsa pemekaran itu harus muncul dari pusat. Tapi yang terjadi adalah prakarsa dan inisiatif pemekaran itu berasal dari masyarakat di daerah. Ini menimbulkan problem sebab pemekaran lebih didominasi oleh kepentingan elit daerah dan tidak mempertimbangkan kepentingan nasional  secara keseluruhan.

4)      Pilkada Langsung

Pemilihan kepala daerah secara langsung di daerah ternyata menimbulkan banyak persoalan. Pilkada langsung sebenarnya tidak diatur di UUD, sebab yang diatur untuk pemilihan langsung hanyalah presiden. Pilkada langsung menimbulkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan suksesi kepemimpinan ini. Padahal kondisi sosial masyarakat masih terjebak kemiskinan. Disamping itu, pilkada langsung juga telah menimbulkan moral hazard yang luas di masyarakat akibat politik uang yang beredar. Tidak hanya itu pilkada langsung juga tidak menjamin hadirnya kepala daerah yang lebih bagus dari sebelumnya


Contoh Kasus permasalahan Otonomi Deaerah.
1.      Korupsi para Pejabat daerah
  • Wali Kota Madiun, Bambang Irianto
Bambang diduga menerima gratifikasi saat menjabat sebagai Wali Kota pada periode 2009-2014. Bambang diduga secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, dan penyewaan proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun.

  • Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra, selama 2009 hingga 2014.Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
  • Bupati Subang Ojang Sohandi
Ojang Sohandi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang sebesar Rp 528 juta kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus korupsi anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014. KPK menduga uang tersebut diberikan agar Jaksa Penuntut meringankan tuntutan terhadap Jajang, dan mengamankan Ojang agar tidak tersangkut kasus tersebut di persidangan
2.      Ada beberapa daerah yang merasa diberlakukan kurang adil oleh pemerintah pusat dan tidak pernah merasakan kemakmuranyang akhirnya menimbulkan dinamika dan gejolak politik misalnya munculnya Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Organisasi Papua Merdeka.

C.      
      Perbandingan Permasalalahan otonomi daerah di luar negeri

Permasalahan otonomi daerah di china

             permasAlahan otonomi daerah dichina hampir sama dengan di indonesia yaitu papua dan aceh dimana dilakukan bentuk perlawan ingin pemisahkan diri , daerah Tibet, RRC . berstatus Daerah Otonomi setingkat provinsi, Tibet merupakan bentukan terakhir tahun 1965. Status ini memberikan jaminan kebebasan kepada etnis minoritas untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa, kebudayaan, kebiasaan, dan agama. Kurangnya  perhatian pemerintah china terhadap tibet menyebabkan kebanyakan warga berdarah Tibet yakin bahwa Tibet tadak  pernah menjadi bagian China selama berabad-abad. tindakan keras Pemerintah China terhadap demonstran di Tibet, yang menuntut pemisahan diri, telah menyebabkan beberapa pelangggaran. pada10 Maret 2008, ribuan warga dan biksu Tibet menggelar demonstrasi mendesak China memberikan otonomi khusus bagi pemerintah Tibet dan akhisnya tibet kita telah menjadi daerah otonomi khusus di china.




BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam Pelaksanaan Otonomi daerah telah memberi pengaruh ataupun dampak baik dampak positip dan negatif terhadap sistem pemerintahan daerah yang antara lain :
Dampak Positif
1.      Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing. 
2.      Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang. 
3.      Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu. 
4.      Adanya desentralisasi kekuasaan. 
5.      Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju. 
6.      Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat. 
7.      Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat daerah). 
Dampak Negatif
1.      Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang. 
2.      Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota. 
3.      Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya. 
4.      Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa tanggung jawabnya. 
Selain itu juga timbul permasalahan yang ada dalam akibat otonomi daerah ini. antara lain pemekaran wilayah, orintasi kekuasaan, pengelolan keuangan daerah atau anggaran dan juga pemekaran wilyah.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Epos Tanah Tuah - Sofyan Daud

contoh proposal pengajuan untuk Bakesbangpol dalam pengajuan penelitian

Proposal Magang Riset